
Pendaki Tersesat di Gunung Lawu Berhasil Selamat Setelah Dituntun Burung Jalak, Ini Kata Relawan
Baru baru ini viral kisah tentang fenomena pendaki yang tersesat di Gunung Lawu kemudian berhasil selamat setelah dituntun burung Jalak. Video yang menggambarkan pendaki tersesat kemudian dituntun Jalak Lawu viral di media sosial beberapa hari lalu. Video itu diunggah oleh akun tiktok @mocha doank pada Rabu (17/2/2021).
Dalam unggahan tersebut turut disertakan keterangan, "yang pernah ke Lawu pasti tahu,.. nemu video lama saya." Ada yang mengaitkan peristiwa ini dengan hal hal mistik, ada juga yang berpikiran realistis jika Jalak penunjuk jalan hanyalah kebetulan belaka. Bagaimana sebenarnya fenomena tersebut?
Menurut Arief Sukro Yulianto, sosok yang selama ini malang melintang di gunung yang berada di Kabupaten Karanganyar, kejadian tersebut sering dialami pendaki. Arief yang juga Komandan Markas SAR Karanganyar bahkan menganggap hal itu lazim terjadi di gunung yang selama ini terawat. Bahkan dia mengisahkan sempat mengalami hal serupa saat mendaki Gunung Lawu.
"Bedanya ketika itu saya sedang mendaki dari pos 3 menuju pos 4 melalui Cemoro Kandang," imbuhnya. Maka menurutnya, fenomena pendaki bertemu burung jalak Lawu merupakan hal biasa. Apalagi jika memang ada yang merasa tersesat.
"Biasa saja, tapi terkadang suka menghubungkannya dengan mitos," ungkap dia. Walaupun demikian, Arief berharap para pendaki tidak mengandalkan keberadaan Jalak Lawu saat naik maupun turun. "Sudah fokus saja pada jalur pendakian, sehingga tidak terjadi potensi tersesat," aku dia.
Sementara itu salah seorang relawan Anak Gunung Lawu, Budi Santosa, mengisahkan mengenai keberadaan Jalak Lawu tersebut. Budi menyebut bahwa Jalak Lawu sendiri merupakan istilah penamaan dari masyarakat. Namun apabila dilihat secara spesifik burung itu lebih memiliki ciri khas sebagai kategori burung Anis.
"Itu masuk dalam kategori burung Anis tapi saya kurang tahu spesifikasinya masuk ke Anis Merah, Anis Kembang, atau Anis Batu," jelasnya. Budi mengisahkan bahwa mitos mengenai Jalak Lawu sendiri sudah ada sejak era Kerajaan Majapahit. Sehingga burung itu dianggap keramat dan menjadi pantangan untuk diburu.
"Dahulu ada yang namanya Kiai Jalak, di zaman Majapahit yang bersemayam di Gunung Lawu, masyarakat banyak yang percaya bahwa burung jalak itu sebagai representasi sang kiai," tuturnya. Terlepas hal itu mitos atau nyata, Budi bersyukur karena dengan cerita rakyat itu banyak masyarakat sekitar atau pendaki lebih menjaga dan tidak menggangu ekosistem burung tersebut. "Ekosistem lebih terjaga dan tidak ada niatan dari pendaki atau masyarakat untuk berburu atau merusak habitatnya," terangnya.
"Burung itu juga cukup akrab dengan manusia, sehingga cerita ada pendaki yang dituntun oleh Jalak Lawu bukan hanya sekali atau dua kali tapi sudah sering," imbuhnya. Sebelumnya, momen libur panjang pekan ini tidak berdampak terhadap jumlah pendaki Gunung Lawu, termasuk melalui pos pendakian Cemoro Kandang. Hal ini terlihat dari sepinya pos pendakian Cemoro Kandang yang tak banyak jumlah pendaki berkunjung.
Menurut salah seorang penjaga pos pendakian Cemoro Kandang, Bambang Wirawan, hanya ada belasan orang yang mendaki pada libur panjang ini. "Itu terbagi , 5 orang Sidoarjo dan 7 dari Nganjuk, dan 1 orang dari Jakarta," imbuhnya. Dia menambahkan selama masa pandemi ditambah musim penghujan yang cukup deras menyebabkan jumlah pendaki akan selalu dibawah 50 orang.
"Akan ramai mungkin di bulan Juni, saat kemarau tiba dan jalanan pendakian mulai kering dan bisa ditapaki," ujarnya. Namun mayoritas dari mereka memilih untuk mampir ke area wisata kafe dan rumah makan yang bisa dinikmati dalam tempo singkat.