
Kejagung Periksa Direktur PT Yuni International di Kasus Korupsi Impor Tekstil pada Dirjen Bea Cuka
Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa dua saksi dalam kasus dugaan korupsi penyalahgunaan wewenang dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai tahun2018 2020. Dua saksi itu ialah, Andrey Nataldy selaku Direktur PT Yuni International dan Dinesh Suresh Raghani. Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan lanjutan pada hari sebelumnya.
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Hari Setiyono mengungkapkan, pemeriksaan keduanya bertujuan untuk mencari dan mengumpulkan bukti terkaitimportasi tekstilpada Dirjen Bea dan Cukai Kementerian Keuangan pada2018 2020mengenai importasi barang (komoditas dagang) dari luar negeri. "Khususnya untuk tekstil dari India yang mempunyai pengecualian tertentu dengan barang importasi lainnya serta mencari fakta bagaimana proses pengangkutan barang import yang dilakukan oleh para pengusaha ekspedisi laut," ungkap Hari dalam keterangannya, Sabtu (29/8/2020). Dalam kasus ini, jaksa penyidik Kejaksaan Agung menetapkan lima tersangka.
Mereka antara lain, Mukhamad Muklas selaku Kabid Pelayanan Fasilitas Kepabeanan dan Cukai KPU Bea Cukai Batam, Dedi Aldrian selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai III pada KPU Bea dan Cukai Batam, dan Hariyono Adi Wibowo selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai I pada KPU Bea dan Cukai Batam. Kemudian, Kamaruddin Siregar selaku Kepala Seksi Pabean dan Cukai II pada KPU Bea dan Cukai Batam serta Irianto selaku pemilik PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima. Kelima tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) UU Nomor 31 Tahun 1999 Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selanjutnya, subsider Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP. Dalam konstruksi kasusnya, Kejaksaan Agung menyebut kerugian negara akibatkasus korupsipenyalahgunaan wewenang dalam importasi tekstil pada Dirjen Bea dan Cukai Tahun2018 2020mencapai Rp1,6 triliun. Sejauh ini jaksa penyidik telah menyerahkan berkas perkara tahap I ke jaksa penuntut umum untuk diteliti kelengkapan syarat formal dan materiilnya.
PT Fleming Indo Batam dan PT Peter Garmindo Prima diketahui mengimpor 566 kontainer bahan kain dengan modus mengubah invoice dengan nilai yang lebih kecil untuk mengurangi bea masuk serta mengurangi volume dan jenis barang dengan tujuan mengurangi kewajiban bea masuk tindakan pengamanan sementara (BMTPS) dengan cara menggunakan surat keterangan asal (SKA) tidak sah.